Cerpen_ Qyu-Qyu





Gambar: Harian Merapi

Desa Lempong nampak lengang malam ini. Mungkin karena hujan seharian, jalan jadi becek dan ular weling
Sudah hampir tengah malam, Tejo belum juga tidur. Selama dua jam dia berbaring di tempat tidurnya yang
Sesekali dia menengok Sumi yang berbaring di sebelahnya, mengecek apakah istrinya sudah benar-benar tidur. Tejo belum yakin kalau istrinya sudah pulas. Dia mencolek punggung Sumi untuk memastikan.
“ Awas kamu Kang kalau berani keluar malam ini!”
Tejo kaget. Tepat dugaan Tejo, Istrinya belum tidur. Tejo pura-pura
“Iya Sum, sumpah aku sudah kapok.
“Ah, bosan dengar sumpahmu kang! Cepat tidur sudah malam!”
Malam ini kesabaran Tejo benar-benar diuji. Tejo sudah sangat gelisah. Beberapa kali dia menengok Sumi yang tidur membelakanginya. Setelah sekian lama,
“Wah, akhirnya si Sumi tidur juga!” Ucap Tejo dalam hati.
Pelan-pelan, Tejo mulai mencoba bangun dari tempat tidurnya. Harus pelan, jika tidak, tempat tidurnya yang
Tejo sampai di rumah Supri. Dengan bangganya, Tejo menceritakan kejadian yang baru dia alami kepada Supri dan tiga orang temanya lain, Slamet, Jumono, dan Martono. Mereka tertawa terbahak-bahak. Tak lupa Supri berkali-kali memuji keberhasilan Tejo. Mereka pun lupa dengan kekesalannya karena terlalu lama menunggu Tejo.
“Sudah, ayo dimulai !” kata Tejo. Dia meminta Supri untuk segera mengocok kartu Qyu-Qyu yang tergeletak di meja.
“Eh, nanti dulu. Malam ini taruhannya apa dulu?” Kata Supri.
“ Duit lah Pri!” Kata si Slamet.
“Jangan duit, bahaya! Ingat seminggu lalu di rumah Pak Darmo. Mereka ditangkap. Uang-uang mereka jadi barang bukti.” Sahut Jumono.
“ Bener No omonganmu. Aku tidak mau bernasib sama seperti Pak Darmo. Ya sudah, apa menurutmu No? ” Kata Tejo.
“ Apa saja selain duit.
“ Ya
“ Ya sudah, sejutu. Ayo Pri cepat dikocok kartunya.” Kata Tejo.
           
“Aku
“Nanti lah barang satu atau dua kocokan lagi. Masalah taruhan, bisa dibayar belakangan, nanti aku catat seperti biasa.” Kata Supri.
“Iya betul kata Supri. Siapa tahu satu kocokan lagi kamu menang!” Sahut Martono.
“Baiklah, satu atau dua kocokan lagi kan?” Kata Tejo.
“Iya Jo.” Jawab Supri.
           
Sudah subuh. Adzan subuh menjadi penanda bagi Tejo dan kawan-kawannya untuk menghentikan permainan. Tejo kalah banyak, tapi bukan itu masalahnya sekarang. Yang dia pikirkan sekarang adalah bagaimana cara dia pulang agar tidak ketahuan istrinya. Tejo segera beranjak dari tempat duduknya, menyampirkan sarung di pundak dan pergi tanpa pamit. Teman-temannya terbahak. Mereka senang melihat Tejo yang cemas.
“Ha..ha..ha..
           
           
           
“Kebangetan! Bener-bener tidak ada kapoknya
“Jangan marah dulu Sum, Aku sebernarnya berniat baik“
“Alaah baik apanya Kang!” Sahut Sumi sambil melotot.
“Kamu kan minta sepeda motor? Aku sedang mengusahakannya.”
“Apa benar begitu Kang?”
“Iya, tadi malam aku hampir dapat motornya si Jumono. Mungkin kalau nanti malam main lagi, aku bakal dapat motornya Jumono.”
“ Kalau begitu, nanti malam aku ijinkan kamu ke rumah si Supri.”
“Tapi, aku perlu modal Sum.”
“Apa lagi yang mau kamu jadikan modal Kang! Semua barang berharga milik kita sudah habis! Tinggal kambing satu-satunya warisan bapakku!”
“Kambing pun tak apa Sum!”
“Tapi aku tak mau tahu Kang, pokoknya besok aku harus sudah punya sepeda motor!”
           
           
           
“Tumben, kamu mau menuangkan minuman. Biasanya ya aku tuang semdiri.”
“ Pokoknya malam ini harus menang Kang. Semua barang berharga milik kita sudah habis. Aku pengin sepeda motor!”
“ Tenang saja Sum, sepeda motor impianmu akan segera terwujud. Jangan khawatir”
Malam ini, Tejo sungguh percaya diri. Dia yakin bakalan menang. Kambing untuk bahan taruhan sudah disiapkan. Semua perlengkapan lain juga sudah siap, tidak lupa pula sarung kesayangannya. Tidak seperti biasa, Tejo pamit kepada Sumi.
“Aku pergi dulu Sum. Tidak usah menunggu aku pulang.”
“Ah, ularnya sudah jinak.”
Tejo berjalan meninggalkan rumahnya. Sumi mengintip dari sela-sela jendela. Ia mengamati suaminya yang berjalan menembus gelap. Tak berapa lama, suaminya tak lagi kelihatan. Suara jepretan sendal jepit suaminya juga sudah tidak terdengar. Dia menutup tirai jendela kemudian masuk kamar.
Sumi merebahkan tubuhnya yang bongsor di tempat tidurnya. Dia gelisah. Berkali-kali terdengar suara "
Sudah pagi, Sumi terbangun dan menengok ke sekeliling, tidak ada tanda-tanda suaminya sudah pulang. Sarung kesanyangan suaminya juga tidak kelihatan menggantung di belakang pintu. Sumi segera beranjak dari tempat tidur sambil memanggil-manggil suaminya, tapi tak ada balasan.
Keterlaluan, jangan-jangan uangnya habis buat foya-foya dengan teman-teman
Hari sudah agak siang. Slamet belum juga pulang. Sumi duduk di kursi ruang tamunya sambil
"Awas kamu Kang! Tidak ada ampun lagi buat kamu! Tapi, kemana ya Kang Tejo. Sudah siang begini belum juga pulang.”
Tak sabar menunggu suaminya pulang, akhirnya Sumi bergegas ke rumah Supri. Dia berjalan, masih
Setelah menembus kebun singkong yang rimbun, pelataran rumah Supri mulai kelihatan. Tiba-tiba, ada sesuatu yang membebani kaki Sumi. Langkahnya semakin berat. Bahkan, tak bisa digerakkan. Belum pernah dia lihat pemandangan seperti ini sebelumnya. Sekujur tubuhnya lemas, keringat dingin bercucur, dan kepalanya terasa berat. Tubuhnya yang bongsor rebah ke tanah. Sekarat.


Pengarang:
Isnan Adi Priyatno

Comments

Popular posts from this blog

Materi Gagasan Utama Teks Eksplanasi

Materi Informasi Berupa Pengetahuan dan Urutan Kejadian Teks Eksplanasi

Materi Mengidentifikasi Informasi dan Permasalahan Aktual dalam Teks Ceramah